Berawal dari ayahnya, Alm. Tio Kiem Tien yang berjualan wedang dongo sejak 1955, Erkin (54) beserta suami dan anaknya, Untung (58) dan Handoyo (32) kini meneruskan usaha ayahnya dengan mendirikan Wedang Dongo Pak Untung. Handoyo bercerita bahwa dulu kakeknya adalah seorang penjual wedang dongo yang sukses. “Awalnya, kakek pedagang kaki lima. Tapi lama-lama berkembang dan menjadikan daerah Keprabon sebagai pusat wedang dongo, dulu Keprabon yang megang kakek saya,” jelasnya.
Erkin menambahkan bahwa ayahnya-lah yang pertama kali menjajakan wedang dongo ke masyarakat Solo. “Bisa jadi ayah yang pertama (menjual wedang dong.Red). Soalnya penjual wedang dongo waktu itu cuma di Keprabon, dan yang merintis di sana ayah saya,” jelasnya. Namun sejak almarhum ayahnya meninggal, bisnis wedang dongo sempat jatuh karena tidak ada yang meneruskan.
Pada tahun 1991, akhirnya Erkin dan
suaminya kembali merintis usaha wedang dongo dan perlahan semakin
berkembang. “Dulu warung kita kecil dan lokasinya agak ke timur (dari
lokasi sekarang), lama-lama pelanggan jadi banyak. Dan 15 tahun semenjak
berdiri, akhirnya bisa pidah ke warung yang lebih besar sekarang ini,”
ungkap Erkin.
Warisan Keraton
Khusus
untuk wedang dongo, Handoyo bercerita konon wedang dongo dahulunya
merupakan minuman khusus keluarga kerajaan. Tapi kemudian, seiring
berjalannya waktu, minuman ini merakyat dan dapat dinikmati masyarakat
luas. Selain itu wedang dongo biasanya juga digunakan untuk upacara
keagamaan. “Wedang dongo ini juga jadi sajian khusus sebelum Imlek yang
biasanya ada sembahyangan dongo atau ronde,” jelas Handoyo.
Wedang dongo sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan wedang ronde. Dalam seporsi wedang dongo, dapat ditemukan
racikan kacang, kolang-kaling, dan bulatan ketan berisi kacang halus
yang ditumbuk seperti ronde. Namun bedanya, kuah wedang dongo berwarna
lebih coklat dengan rasa jahe yang lebih kuat daripada wedang ronde.
Selain
menjual wedang dongo, warung Wedang Dongo Pak Untung juga menjual
wedang asle, wedang sekoteng, kacang hijau, kacang putih, dan aneka
makanan ringan khas Solo. Pada tahun 2010 setelah perjalanannya dari
Bali, Handoyo juga menambahkan menu aneka steak. Handoyo mengaku
sebagian besar bahan dasar untuk berbagai wedang diambil dari Pasar
Legi, Solo.
Kini, Wedang Dongo Pak
Untung mempekerjakan empat orang pegawai dengan rata-rata per hari
menjual 200-an mangkok lebih dari berbagai jenis wedang. Handoyo
mengaku, penjualannya bisa meningkat dua kali lipat pada masa liburan
sekolah, liburan natal, dan liburan lebaran.
Wedang dongo sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan wedang ronde. Dalam seporsi wedang dongo, dapat ditemukan
racikan kacang, kolang-kaling, dan bulatan ketan berisi kacang halus
yang ditumbuk seperti ronde. Namun bedanya, kuah wedang dongo berwarna
lebih coklat dengan rasa jahe yang lebih kuat daripada wedang ronde.
Selain
menjual wedang dongo, warung Wedang Dongo Pak Untung juga menjual
wedang asle, wedang sekoteng, kacang hijau, kacang putih, dan aneka
makanan ringan khas Solo. Pada tahun 2010 setelah perjalanannya dari
Bali, Handoyo juga menambahkan menu aneka steak. Handoyo mengaku
sebagian besar bahan dasar untuk berbagai wedang diambil dari Pasar
Legi, Solo.
Kini, Wedang Dongo Pak
Untung mempekerjakan empat orang pegawai dengan rata-rata per hari
menjual 200-an mangkok lebih dari berbagai jenis wedang. Handoyo
mengaku, penjualannya bisa meningkat dua kali lipat pada masa liburan
sekolah, liburan natal, dan liburan lebaran.